No Widgets found in the Sidebar

Dulu sewaktu aku kecil ada sebuah mitos yang mengatakan bahwa “Saat matamu timbilen atau beleken, berarti itu adalah akibat dari ngintip di kamar mandi”. Pernah aku beberapa kali kena sakit mata, dan selalu malu saat ingin berangkat sekolah. Bukan malu karena penyakitnya, namun yang bikin malu ialah ejekan teman-teman yang menjudge bahwa aku baru saja mengintip orang mandi.

Aku tak tahu, apakah generasi millenial sekarang ini mengalami apa yang sempat aku alami 15 tahun yang lalu. Dan sepertinya sih engga ya, karena mitos-mitos zaman dulu yang nggak masuk akal sudah mulai tergusur dengan logika dan teknologi wkwkw.

Nah ngomong-ngomong soal ngintip, kemarin saat aku sedang ngecek web yang hampir berdebu, aku mendapatkan coment di postinganku “Dipamerin Titit” dari seorang wanita yang menanyakan hal berkaitan dengan kehidupan seksualnya. Singkatnya, wanita itu bercerita bahwa akhir-akhir ini ia merasa ketagihan mengintip lawan jenis yang sedang mandi dan dia merasa bingung karena aktivitasnya itu semakin membuatnya penasaran dan terangsang.

Secara literatur psikologi, sebenarnya apa yang diceritakan cenderung ke arah penyimpangan seks yang dinamakan voyeurisme. Voyeurisme sendiri ialah kondisi dimana seseorang mendapatkan kepuasan seks dengan cara mengintip orang lain yang sedang tak berbusana atau yang sedang berhubungan seks. Kebanyakan kasus dialami oleh pria, namun tidak menutup kemungkinan wanita juga bisa mengalaminya. Untuk mencapai orgasme, seorang voyeur akan melakukannya sambil masturbasi atau onani. Hal itu bisa dilakukan sambil mengintip, ataupun dilakukan setelahnya dengan sambil mengingat apa yang telah dilihat dan bisa juga dibumbui dengan imajinasi seksnya. Karena aktivitas mengintip ini dilakukan secara diam-diam, maka voyeurisme sangat jarang terjadi kontak antara orang yang diintip dan yang mengintip.

voyeurisme

Menurut American Psychiatric Association dalam Diagnostic and Statistical Mannual of Mental Disorder fourth edition (DSM-IV), kriteria diagnosa untuk voyeurisme ialah seperti berikut :

  1. Seseorang dengan kebiasaan melihat orang yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian, atau orang lain yang sedang melakukan aktivitas seksual, yang dilakukan untuk membangkitkan hasrat seksual, dilakukan berulang kali, dan terus menerus dalam kurun waktu minimal 6 bulan.
  2. Pelaku voyeurisme mengalami penderitaan dan frustasi berat sehingga mengganggu hubungan sosial, pekerjaan, dan aktivitas hariannya yang lain disebabkan oleh fantasi seksual dan kegiatan pengintipannya.

Sebenarnya tidak ada penyebab secara spesifik yang membuat seseorang menjadi veyourisme. Namun beberapa ahli menyebutkan bahwa tindakan voyeurisme merupakan salah satu bentuk pertahanan ego agar tidak mengalami perasaan takut yang berlebihan dan memori yang direpres. Selain itu, juga berhubungan dengan fiksasi ego di tahap pregenital dalam perkembangan psikoseksual. Haha mumet ya? Intinya, seseorang yang mengalami voyeurisme perkembangan sosial dan seksualnya tidak matang, tidak berkembang sehingga kurang memadai untuk bisa menjalani relasi seperti orang dewasa pada umumnya. Namun juga ada juga pandangan lain yang menyebutkan bahwa perilaku tersebut merupakan hasil dari proses conditioning atau pengondisian secara terus menerus sehingga membentuk sebuah pola atau kebiasaan tersebut.

Jadi misalnya, saat pertama kali didasarkan oleh dorongan rasa penasaran yang sangat tinggi. Walaupun takut, namun rasa penasaran terus mendorong untuk melakukannya. Saat mengintip itu munculan sensasi-sensasi aneh yang cenderung ke arah seksual seperti muncul rasa terangsang sehingga ingin melakukan masturbasi. Dan begitu pula seterusnya. Jika pola tersebut terus menerus dilakukan, otomatis akan terjadi suatu penguatan terlebih mendapatkan perasaan nikmat berupa orgasme terselubung.

Lalu bagaimana solusinya?

Kalo aku sih menyarankan untuk segera menemui seseorang yang memang ahli dalam bidangnya. Sebab, jika perilaku menyimpang tersebut terus dipelihara maka akan menyulitkan dan menjadi sumber masalah di kemudian hari.

Yap! Segitu dulu penjelasan dariku. Jika ada yang mau tanya lebih lanjut silahkan coment atau japri juga boleh 😀

 

 

 

 

 

By celotehyori

Diana Mayorita, yang lebih sering dipanggil dengan YORI. Saat ini berprofesi sebagai psikolog klinis yang concern pada issue seks & relationship. Saat ini juga bersama tim sedang mengembangkan sebuah platform digital untuk memudahkan akses layanan psikologi di Indonesia. Selain itu, juga aktif dalam berbagi edukasi psikologi dan seksologi melalui berbagai media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.