No Widgets found in the Sidebar

Bu Mus tahu persis, keputusan yang diambilnya penuh dengan resiko. Mungkin, bila disaat itu ada seseorang yang bermurah hati membantunya, mungkin saat ini ia merasa seperti layaknya ibu-ibu pada umumnya, menimang cucu sambil bersenda gurau dengan keluarganya.

Awalnya, aku tak percaya bila Bu Mus bekerja sebagai wanita pekerja seks. Perilakunya yang sopan dan rona wajah sendu yang terpancar dari Bu Mus membuatku sering berpikir ulang bahwa ia hanya pegawai kelurahan atau LSM. Dengan usianya yang sudah diakhir tengah baya ternyata masih saja ada tamu yang menghampirinya untuk mendapatkan layanan seks. Kini Bu Mus sudah hampir lima tahun bekerja di SK. Walaupun pendapatannya tak sebanyak dulu, namun Bu Mus mengatakan akan tetap tinggal hingga setahun hingga dua tahun mendatang. Kini ia memiliki kegiatan aneka kerajinan tangan untuk menopang kehidupannya.

Sebenarnya kisah Bu Mus hampir sama seperti dengan kisah wanita pekerja seks kebanyakan yang datang melacur dengan motif awal ekonomi. Motif ekonomi hanyalah motif pembungkus saja. Perjalanan Bu Mus sebagai wanita pekerja seks ternyata berasal dari rasa cintanya terhadap suaminya. Penyakit stoke telah melumpuhkan sendi-sendiri tulang suaminya serta ekonomi keluarga, hingga membuat Bu Mus melakukan segala daya upaya untuk menyelamatkan nyawa suami tercinta dan ekonomi keluarga.

Awalnya, Bu Mus sama seperti ibu rumah tangga lain yang mendedikasikan diri untuk berbakti pada keluarga.  Kehidupan rumah tangga Bu Mus terbilang bahagia. Walau hidup di sebuah desa di Jawa Tengah, kehidupannya dengan suami dan anak semata wayangnya sangat berkecukupan. Namun, sayangnya kebahagiaan yang dirasakannya seiring waktu mulai terkikis karena suaminya yang jatuh sakit. Semua yang dulunya serba berkecukupan, kini berbalik menjadi serba kekurangan. Suaminya tak lagi bekerja semenjak ia jatuh sakit.

Uang tabungan kian hari kian menipis, rumah pun terasa makin kosong karena perabot sudah mulai habis terjual.  Dengan keadaan suami yang hanya bisa berbaring di kasur menahan sakit, otomatis memaksa Bu Mus berubah peran menjadi tulang punggung keluarga. Masa-masa sulit itu Bu Mus alami cukup lama sendiri, namun ia selalu bertahan melakukan semua itu karena dasar cinta yang kuat pada suami dan keluarga kecilnya. Ia tak bisa semena-mena meninggalkan suaminya begitu saja karena tak lagi mampu memberinya nafkah lahir dan batin. Menurutnya tak hanya cinta yang membuatnya memiliki kekuatan hati untuk bertahan namun juga pengabdian pada suami.

to be continued…

Sebelumnya, Kisah Bu Mus Eps.1

 

By celotehyori

Diana Mayorita, yang lebih sering dipanggil dengan YORI. Saat ini berprofesi sebagai psikolog klinis yang concern pada issue seks & relationship. Saat ini juga bersama tim sedang mengembangkan sebuah platform digital untuk memudahkan akses layanan psikologi di Indonesia. Selain itu, juga aktif dalam berbagi edukasi psikologi dan seksologi melalui berbagai media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.