No Widgets found in the Sidebar

Ini adalah cerita tentang anak pertamaku yang baru saja lahir di akhir Februari 2021 lalu. Bukan dalam bentuk anak manusia, namun dalam bentuk karya.

Beberapa waktu terakhir aku banyak menimbang-nimbang, apakah perlu aku tuliskan tentang anak pertamaku ini. Bukan gimana-gimana sih, hanya saja aku tak ingin terjebak dalam euforia sehingga terkesan terlalu berlebih-lebihkan. Namun, akhirnya aku mantapkan untuk menuliskan bukan untuk tujuan jumawa tapi lebih pada dokumentasi pribadi saja agar aku selalu teringat soal proses mengandung dan melahirkan anakku ini dan juga agar blog terus terupdate hehe..

———————————————————————————————–

Dunia kepenulisan terbilang dunia yang relatif baru dalam hidupku, ya sekitar 5 tahun belakangan ini lah. Blog ini adalah media awalnya. Mantan pacarku (yang kini jadi suamiku hehe) yang memaksa lebih tepatnya. Mentang-mentang dia orang IT dan kesehariannya membuat website, jadi dia dengan seenaknya sendiri membuatkanku website sesuai dengan nama twitterku dulu. Dia hanya bilang begini “Udah tak buatin website, bukan yang gratisan. Kamu tinggal ngisi kontennya aja.”

Lha? kaget dong akuuu.. saat itu bikin website nggak semurah sekarang. Jadi karena aku orang yang nggak mau rugi jadi ya mau nggak mau aku nulis untuk ngisi kontennya. Untung aja waktu itu pas aku lagi sibuk-sibuknya dengan kuliah S2 yang padet dengan tugas, apalagi aku juga lagi kerja praktek di 3 tempat yang beda dalam tiga bulan berturut-turut, jadilah banyak banget ide cerita yang bisa dituliskan.

“Lho bukannya ketika lagi padet-padetnya dengan tugas kuliah, wajarnya jadi nggak ada waktu ya buat bikin konten tulisan?”

Beda orang beda gaya coping stressnya yak, jadi buat aku pribadi nulis menjadi salah satu media yang cocok untuk aku release stress. Benernya kebiasaan ini udah lama aku lakukan, tapi ya hasil tulisannya tercecer dimana-mana dan seringnya bersifat sangat personal. Walau awal-awal aku nggak rajin-rajin banget ngisi konten, tapi aku usahakan untuk satu bulan sekali lah tetap ada update hehe.

Nulis blog menjadi suatu keasikan sendiri buatku, selain bisa jadi media coping stres, nulis juga bisa menjadi salah satu cara untuk aku terus belajar. Tulisanku di blog memang sebagian besar soal issue hot yang relate dengan dunia psikologi. Nah karena aku suka ngulik soal seksualitas jadi mostly tulisanku perihal seks dan seksualitas. Nggak heran pembahasannya pun juga beberapa yang vulgar dan memancing kontroversial hahahahahahaha

Well, lalu bagaimana dengan keinginan menulis buku???

Menulis buku adalah salah satu cita-cita yang sangat mevvah buatku. Ya gimana ya, seorang penulis buku itu keliatan keren banget dimataku, apalagi bisa sampe terkenal dengan buku-bukunya. Nah berangkat dari situ , 4 tahun yang lalu aku sering banget tuh ikut-ikut sharing penulis buku biar tau cara mereka bisa menerbitkan karyanya gimana. Makin aku ikut atau group-group penulis makin insecurelah aku. Ya gimana ya, mungkin karena filterku saat itu masih blong kali ya hahaha jadi kek melihat proses penulisan buku itu ribet, sulit dan puanjaaaaaangggg banget. Itu udah masuk dalam proses penulisannya ya, belum lagi untuk proses pencarian ide awal, riset market dsb. Jiahan taik lah haha..

Aku dulu sempet membuat kumpulan tulisan tentang kehidupan di tempat pelacuran gitu kan. Aku udah effort besar banget di awal untuk mencari sumber yang valid, wawancara puluhan orang, menelurkan dalam bentuk tulisan dan mencari bahan untuk memperkuat landasan berpikir. Bagiku dulu itu sesuatu yang cukup melelahkan, karena prosesnya yang berulang-ulang. Nah setelah naskah 80% jadi nih, aku minta donk pendapat orang-orang yang paham soal kepenulisan, dan kalian tau apa komentarnya? Sebagian besar mengatakan tulisan ini masih belum layak untuk diterbitkan karena ide yang masih mentah dan ide masih belum jelas kemana arahnya.

Buat aku yang masih kentang, tentunya digituin langsunglah patah. Hahaha. Ya setelah aku inget-inget lagi tujuan awalnya adalah popularitas, penilaian orang, bukan karena kebermanfaatan. Bisa dibilang tulisanku bermanfaat atau nggak itu urusan sekian, yang penting grab attention dulu lah.

Itulah kenapa aku merasakan hantaman yang cukup dalam ketika dapet respon yang kurang sesuai dengan keinginan. Maklum lah ya.. masih muda wkwkwkwk

Seiring berjalannya waktu dan kesibukan-kesibukan yang silih berganti, keinginanku untuk menulis buku perlahan tenggelam. Aku sudah tak terlalu birahi untuk menulis buku lagi saat itu. Yang terpenting adalah terus menulis dengan media yang aku punya, yaitu blog. Kian hari aku kian menulis dengan gayaku yang apa adanya dan blak-blakan. Ini adalah blog personalku yang menggambarkan siapa diriku sebenarnya. Saat itu aku juga berpikir, lebih mudah nulis blog yang sekali selesai ketimbang nulis buku yang prosesnya panjang dan berulang-ulang.

Buku Toxic Relationshit
Buku Toxic Relationshit
– EA Books

Lalu kenapa akhirnya nulis buku TOXIC RELATIONSHIT?

Kalo soal ini aku juga bingung sih haha, karena proses penulisannya bisa dibilang nggak butuh banyak effort seperti di awal aku ceritain. Effort pasti ada tapi nggak tau kenapa rasanya nggak seberat aku nulis naskah yang pertama.

Jadi ide awal aku nulis ini adalah aku pengen belajar lebih dalem soal Sisi Gelap Relationship yang ternyata mengerucut pada toxic relationship. Sebenar-benarnya, isi dari buku itu adalah dokumentasi dari hasil belajarku. Gimanapun sebagai praktisi, aku harus terus menerus untuk update soal ilmu dan kondisi yang terjadi di luar sana.

Aku punya kebiasaan kalo baca atau belajar sesuatu akan lebih nempel kalo sambil di tulis. Selain itu juga biar ada catatan kalo misalnya butuh sewaktu-waktu. Tema soal toxic relationship itu luas banget dan butuh kedalaman juga untuk mempelajarinya. Sehingga ketika aku terus mencatatan, kok nggak kerasa udah berlembar-lembar. Jadi muncul ide, kenapa nggak dibukukan aja ? Selain dokumentasi lebih rapi juga bisa dinikmati oleh khalayak ramai.

Yep, keinginan untuk membukukan hasil belajar memang bukan menjadi tujuan utama, tapi lebih pada spontanitas. Jujur aku tak terlalu banyak berambisi, lebih-lebih berekspektasi jika dibukukan akan menjadi seperti apa. Untuk bidding ke penerbit pun juga aku tak menjadikan sebagai sesuatu yang menegangkan, semua mengalir apa adanya. Aku hanya percaya pada Tuhan yang Maha menujukan jalan, karena niat awalnya untuk berbagi perspektif dan kebermanfaatan lebih luas.

Walau dalam proses penyempurnaan ini membutuhkan effort lebih, namun aku lebih enjoy aja. Nggak kaya naskah yang dulu itu hehehe isinya sambaaaaaatttt terussss …

Harapanku akan lahir anak-anakku yang selanjutnya sih, minta doanya ya guysss..

Thanks yang sudah membaca proses kelahiran anak pertamaku ini, semoga bermanfaat!

See youuuu :*

 

By celotehyori

Diana Mayorita, yang lebih sering dipanggil dengan YORI. Saat ini berprofesi sebagai psikolog klinis yang concern pada issue seks & relationship. Saat ini juga bersama tim sedang mengembangkan sebuah platform digital untuk memudahkan akses layanan psikologi di Indonesia. Selain itu, juga aktif dalam berbagi edukasi psikologi dan seksologi melalui berbagai media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.