No Widgets found in the Sidebar
control the ship

Control The Ship, Not The Sea

Banyak sekali permasalahan yang muncul dalam hidup kita karena kita merasa gagal untuk mengontrol segala hal sesuai dengan keinginan kita. Misalnya ketika kita mendapatkan tugas yang diselesaikan dengan berkelompok. Satu kepala saja pemikirannya sudah berbeda, apalagi bila digabungkan dengan beberapa kepala. Bagi yang memiliki jiwa kepemimpinana yang bagus mungkin akan dengan mudah membagi tugas dan mendiskusikan tentang jobdesk masing-masing. Namun problemnya ialah, banyak dari kita yang kurang memiliki jiwa leadership yang baik, sehingga bila ada satu orang yang tidak bekerja sesuai dengan kesepakatan langsung jengkel dan marah-marah.

Sebenarnya masih banyak contoh lain di luar sana yang lebih kompleks. Aku kasih satu contoh lagi ya. Misalnya kita telah melakukan segala sesuatu dengan maksimal dan sebaik-baiknya yang kita mampu, namun oleh orang lain masih di cacad atau diberikan komentar yang negatif dan bukan kritik yang membangun. Wajar saja bila timbul perasaan juengkel dan rasanya ingin mengatakan pada mereka “heh! Lo gak tau gimana proses dibelakangnya! Jangan cuma bac*t doank! dasar &^%$*!!!!”

Haha. ya sumpah serapah rasanya ingin dikatakan langsung ke mereka. Bagi mereka yang lebih suka diam mungkin akan menyimpan rasa jengkel itu di hati beserta kedongkolan yang ada, namun bagi mereka yang ekspresif cenderung mengutarakannya secara langsung, tidak peduli apa yang akan terjadi nanti.

“Lah, daripada di pendem terus jadi penyakit, lebih baik diungkapin!”

Hmm… ya bener juga sih kesabaran itu ada batasnya. Namun bila kita bereaksi secara berlebihan dan cenderung agresif, ya pasti tidak akan menyelesaikan masalah dan cenderung memunculkan konflik yang baru.

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Apakah harus diam saja menerima caci maki yang ada? Apakah harus berhenti melakukan sesuatu agar tidak lagi mendapatkan feedback negatif yang justru membuat sakit hati?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut ada ungkapan yang menurutku ampuh banget yaitu “Control The Ship, Not The Sea…

Titanic

Semua dari kalian yang lahir di era 90an ke atas pasti tau kan film legendaris ini. Film romansa yang settingnya di sebuah kapal pesiar super mewah dan konon yang hebat dimasanya. Namun kapal pesiar itu akhirnya tenggelam juga karena kelalaian nahkodanya.

Moana

Coba kita bandingkan dengan film ini, bagi yang sudah nonton pasti tau kan betapa kapal yang ditumpangi tak masuk dalam kategori canggih. Tapi si nahkoda bisa mengendalikan kapalnya mengarungi lautan yang ganas dengan selamat.

Banyak dari kita yang terlalu memusingkan bagaimana bisa mengontrol lautan namun lupa untuk mengontrol kapalnya. Keinginan kita mengontrol lautan itu seperti kita mengontrol orang lain atau lingkungan untuk mengikuti apa yang kita inginkan. Itulah sebabnya mengapa energi cenderung habis terbuang percuma. Ya namanya juga lautan luas itu sulit sekali dikontrol. Lautan yang ganas itu tak selalu laut yang ombaknya besar dan bergulung-gulung, ada pula laut ganas yang justru airnya sangat tenang namun bisa menyedot segala sesuatu yang ada di permukaanya. Begitulah dengan orang-orang yang ada di lingkungan kita, sering kali kita merasa sangat mengenal seseorang sehingga kita dengan percaya diri bisa mengontrolnya. Tapi kenyataannya ya tetap saja tidak bisa.

Oleh sebab itu, daripada buang-buang energi hanya untuk sesuatu yang tidak bisa kita kontrol lebih baik energi difokuskan untuk mengontrol diri kita. Untuk memiliki kontrol diri yang baik itu gak simple lho cuy. Butuh kesadaran tingkat tinggi untuk bisa menyelaraskan pikiran, emosi dan tubuh. Coba deh diinget-inget, seberapa sering kita dikendalikan oleh bad mood. Ada yang bilang, kalau pagi udah BT ya seharian bakal BT terus. Kalau diantara kamu masih seperti ini berarti kamu belum memegang kendali atas dirimu.

Nah, hal untuk mengontrol diri aja banyak banget yang perlu dipelajari. Oleh sebab itu mulai fokus pada perkembangan pribadi daripada sibuk mengomentari orang lain yang kurang ini lah kurang itulah.

Apabila kita fokus ke diri sendiri itu bagian dari sikap egois dan apatis? NO! BIG NO! Egois dan Apatis itu ketika kamu tidak peduli dengan apa yang terjadi di lingkunganmu. Misalnya ada ibu hamil yang sedang butuh kursi kosong, namun kamu diam aja tak membantunya mencarikan kursi kosong. Malah ngomel di twitter tapi gak melakukan sesuatu. Nah.. itu yang dimaksud apatis dan egois. Yang terpenting ialah tetap miliki rasa peduli pada lingkungan. Bila ada temanmu yang melakukan kesalahan ya ingatkan. Namun jika dia masih ngeyel dan justru marah-marah karena diingatkan ya sudah kembalikan lagi ke dia. Karena semua orang yang sudah dewasa memiliki tanggung jawab pada dirinya masing-masing, termasuk kamu.

By celotehyori

Diana Mayorita, yang lebih sering dipanggil dengan YORI. Saat ini berprofesi sebagai psikolog klinis yang concern pada issue seks & relationship. Saat ini juga bersama tim sedang mengembangkan sebuah platform digital untuk memudahkan akses layanan psikologi di Indonesia. Selain itu, juga aktif dalam berbagi edukasi psikologi dan seksologi melalui berbagai media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.