No Widgets found in the Sidebar

Memiliki plan atau rencana sudah menjadi bagian dari hidupku sekitar 15 tahun belakangan ini. Aku mulai menjadi pribadi yang segala sesuatunya direncanakan sejak banyak membaca buku soal personal developmen saat aku SMP dulu. Walau tak semua rencana selalu tercapai pada akhirnya, tapi aku selalu belajar bagaimana agar setiap rencana yang aku susun setidaknya tercapai 80%. Waktu awal-awal belajar soal perencanaan tentu saja banyak blongnya daripada tercapainya, ya karena dulu rencana yang sekedar wacana tanpa ada tindakan hehehe. Tapi ya namanya juga belajar, kadang kita perlu keliru dulu biar tahu mana yang bener, ya nggak?

Nah ngomong-ngomong soal membuat rencana, dalam proses persalinanku nanti aku juga berpikir untuk membuat rencana persalinan. Walau banyak yang bilang kalo persalinan itu seringkali terjadi secara mendadak, tapi nggak ada salahnya toh membuat rencana? Mungkin persalinan yang terencana itu seperti tindakan SC, jadi jelas kapan tindakannya dan tanggalnya juga bisa request. Tapi yang aku maksud di sini adalah persalinan pervaginam yang terencana.

Seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya, bahwa aku merencanakan bisa melalui persalinan dengan pervaginam. Kenapa? Karena aku berpikir bahwa itu dari sisi alamiahnya aja, bukan dari sisi menjadi ibu yang sempurna seperti apa yang banyak dipikirkan orang. Tapi kembali lagi, sebenernya prinsipnya adalah aku kembalikan lagi pada si jabang bayik, mau pilih jalan bawah (pervaginam) atau jalan atas (SC).

Di kontrol terakhir, dokter mengatakan bahwa jabang bayik sudah mulai masuk panggul dan hal ini berarti posisi sudah mulai mapan. Berat baby juga sudah mulai bertambah seiring dengan usianya sehingga kemungkinan muter-muter ke posisi melintang atau sungsang juga kecil. Dokter juga mengatakan bahwa dengan kondisi demikian maka kemungkinan persalinan pervaginam bisa dilakukan, jika tidak ada kondisi khusus. Senang? Tentu saja aku senang. Tapi dari kondisi itu aku juga banyak punya PR, ya PR untuk latihan gerakan-gerakan tertentu agar membantu memperlancar proses persalinan. Soal gerakan-gerakan apa yang aku lakukan tentu saja aku konsultasikan dengan bidan yang juga praktik di lokasi yang sama dengan dokter kandunganku yang baru.

Aku banyak mencari literatur apa saja sih isi dari birth plan, dan aku menemukan ada beberapa situs yang menunjukan hal-hal apa saja yang bisa direncanakan pada proses persalinan nantinya. Beberapa daftar berikut ini aku modifikasi sendiri, jadi ini bukan patokan ya. Namanya juga rencana pasti berbeda-beda tiap orangnya kan ya…

Birth Plan 1

  • – Tempat melahirkan : Di klinik bersalin bidan mandiri, dengan ruangan yang nyaman, pencahayaan redup, musik relaksasi dan ada aromaterapi di ruangannya
  • Jenis persalinan : pervaginam
  • Provider : bidan & dokter (salah satunya atau keduanya lebih baik)
  • Fase bersalin 1 : Di rumah dulu, masih tetap beraktifitas seperti biasa, banyak bergerak, BAB sendiri dan sering buang air kecil.
  • Fase bersalin 2 : di dampingi bidan atau doula yang ramah, metode tiup-tiup, nafas terkendali, menikmati kontraksi yang hadir, makan dan minum selama persalinan (burger king 😀 )mengejan dalam posisi yang paling nyaman tanpa dipaksakan harus dengan posisi tertentu, mengalami orgasmic birth, proses persalinan nyaman, lancar, perinium utuh, dan suami terus mendampingi
  • Fase bersalin 3 : menunda pemotongan plasenta selama 1-2 jam, suami mengumandangkan azan dengan hikmat pada baby
  • Fase bersalin 4 : IMD, dan room in dengan bayi, bayi lahir dengan sehat tanpa kurang suatu apapun dan bahagia

Birth Plan 2

Bagaimana jika kondisi darurat dan dibutuhkan tindakan SC?

Tindakan di lakukan di rumah sakit tempat priksa sebelumnya dengan kondisi ruangan yang nyaman dan dilayani oleh suster yang ramah dan suportif. Sesaat bayi dilahirkan aku ingin bisa langsung skin to skin dengan si jabang bayik untuk dilakukan IMD dan juga dilakukan penundaan pemotongan plasenta.

Pada fase pemulihan, aku ingin berada di ruang yang hanya ada aku, suami dan bayi. Jika harus ada pemeriksaan dilakukan di kamar dan bukan di ruang terpisah. Pemandian bayi dilakukan setelah IMD berhasil di lakukan. AKu berusaha untuk bisa bangun sendiri sesegera mungkin dan ingin kateter bisa segera dicopot di waktu yang relatif lebih cepat.

Birth Plan ini tentu saja bukan menjadi patokan dan harus persis sama ya, tapi lebih menjadi upaya menyiapkan mental serta persiapan untuk provider nantinya. Bagaimanapun aku ingin pengalaman persalinan menjadi pengalaman yang menyenangkan dan membuat ini jadi lebih bermakna. Banyak orang lebih mudah untuk cerita nggak enaknya selama proses persalinan, tapi nggak banyak orang yang berbagi soal indahnya persalinan. Bagaimanapun setiap kita punya harapan dan keinginan, kenapa tidak diupayakan selama ada kemampuan?

Yap, membuat birth plan juga membantuku untuk lebih banyak belajar apa-apa saja yang perlu dilakukan dan dipersiapkan menjelang hari persalinan. Kembali lagi manusia berencana Tuhan yang menentukan, tapi disetiap rencana selalu ada doa yang disematkan agar semua bisa berjalan dengan lancar. Amin…

By celotehyori

Diana Mayorita, yang lebih sering dipanggil dengan YORI. Saat ini berprofesi sebagai psikolog klinis yang concern pada issue seks & relationship. Saat ini juga bersama tim sedang mengembangkan sebuah platform digital untuk memudahkan akses layanan psikologi di Indonesia. Selain itu, juga aktif dalam berbagi edukasi psikologi dan seksologi melalui berbagai media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.