me.nu. lis (KBBI):
v. Melahirkan pikiran atau perasaan melalui tulisan
v. menggambar; melukis
Menulis, satu aktivitas yang dulu sering ku hindari namun kita menjadi makanan sehari-hari. Haha.
Berbicara soal menulis, aku punya sebuah pengalaman masa kecil yang agak masam yang hingga saat ini masih melekat namun tersamarkan.
Tepatnya hampir 19 tahun yang lalu, saat itu aku duduk di kelas 1 SD. Di zamanku, setiap anak SD diharuskan untuk belajar menulis halus. Tegak bersambung dengan buku khas yang penuh dengan garis-garis horisontal. Tanganku saat itu masih kecil, namun tulisanku cukup besar. Sehingga tak heran hanya untuk satu kalimat saja aku perlu dua sampai tiga garis kebawah. Sekolahku saat itu kekurangan kelas, jadi kelas dibagi untuk dua kelas yaitu kelas 1 dan 2. Jam 7.00 – 11.30 wib untuk kelas 1 dan jam 12.00 – 16.00 wib untuk kelas 2. Sehingga tak jarang waktu pelajaranku belum selesai, hampir sebagian besar anak kelas 2 sudah menyesaki pintu untuk berebut segera masuk. Disetiap akhir pelajaran, bu guru selalu memberikan lima sampai sepulu soal untuk dikerjakan di rumah dan menyuruh murid-murid untuk menyalinnya di buku tulis masing-masing. Cara menulisku cukup lambat saat itu, tak jarang teman-temanku pulang lebih dulu. Hingga suatu hari, aku menangis karena merasa tak mampu menyelesaikan tulisanku saat semua anak kelas sudah menduduki bangkunya masing-masing. Hanya tinggal aku dan bu guru. Aku merasa terdesak dan ingin segera menulis dengan cepat. Namun apa daya tanganku semakin melambat karena bergetar hebat. Karena melihatku menangis, sambil mengomel pelan bu guru membantuku menyelesaikan salinan pr tersebut.
Haha.. kalo diingat-ingat sekarang peristiwa itu cukup menggelikan. Tapi bagiku saat itu merupakan peristiwa yang sangat mengerikan. Agar tak terulang lagi, aku mulai mempercepat cara menulisku. Tak mengapa jelek yang penting selesai. Makanya, sejak SD aku tak pernah mendapatkan nilai 80 untuk menulis halus.
…
Dari setiap peristiwa yang ada di hidup ini sebenarnya akan menjadi indah bila bisa kita maknai dengan berbeda. Saat itu peta pikiranku masih sempit dan sedikit, sehingga melihat suatu peristiwa hanya dari satu sisi-sisi saja. Keyakinan itu berubah menjadi pola yang perlahan melekat erat di dalam hidupku bertahun lamanya. Hingga membuatku merasa menulis adalah sesuatu yang lebih baik dihindari.
Namun seiring berjalannya waktu, aku mulai melihat menulis dari sisi yang berbeda. Dengan kata, rasa bisa terucap tanpa suara. Bisa kekal tak terbawa kematian. Dan aku mau celotehanku ini bisa abadi walau aku telah pergi nanti.
Merubah yang tadinya enggan menulis menjadi butuh menulis memang sangat sulit. Ibaratnya aku suka makan nasi, tapi dipaksa menggantinya dengan kentang untuk alasan kesehatan. Bisa makan kentang sih, tapi nggak terlalu doyan.
Namanya ingin mencapai tujuan selalu ada perjuangan. Seringkali goyah, karena telah jengah. Namun tetap memaksa diri terus berjalan dan tak menyerah.
Karena sejatinya apa yang aku lakukan untuk diri sendiri, bukan orang lain.
…
Sebenarnya secara pribadi aku merasakan efek dari menulis untuk self healing. Metodenya sering dikenal dengan writing therapy. Bagi kalian yang mengalami kesulitan mengekspresikan melalui ucapan, kalian bisa menuliskan secara bebas apa yang kalian rasakan. Menulis adalah sebuah terapi yang paling murah dan ampuh. Tulislah dengan jujur. Tak perlu takut dijudge orang lain, karena tulisamu adalah tentang pribadimu. Kalian bisa gunakan cara ini untuk menghindari stres berkepanjangan yang bisa menyebabkan depresi.
Tulislah apa yang kalian rasa, tak harus disebarkan pada orang lain. Cukup kamu yang tahu dan rasakan manfaatnya.
Selamat menulis!
On board.