Pernah dengar penelitian tentang dampak positif seks dalam menurunkan tingkat stess? Mungkin sebagian besar dari kalian sudah pernah dengar bahkan tau betul kalau salah satu manfaat dari seks adalah membuat tubuh menjadi rileks dan merasa lebih bahagia.
Hal ini disebabkan oleh hormon oksitosin atau disebut dengan hormon cinta yang diproduksi saat kita berhubungan seks. Jadi nggak heran ya kalo setelah berhubungan, rasanya pengen nempel mulu bahkan rasa cinta pada pasangan jadi berlipat ganda. Selain itu ketika berhubungan intim tubuh akan melepaskan hormon prolaktin yang membuat tubuh lebih rileks dan mengantuk. Sedangkan saat kita stress, tubuh menjadi mudah lelah dan sulit untuk tidur. Sehingga bagi beberapa orang, seks digunakan untuk release stress.
Dengan serangkaian manfaat, seks menjadi salah satu cara ampuh untuk membuat hidup lebih berkualitas, apalagi pada pasangan yang sudah menikah. Betul?
Tapi….. dalam kenyataanya hal itu ternyata tidak selalu sejalan dengan harapan ya guys. Delapan dari sepuluh pasangan yang pernah berkonsultasi denganku mengatakan bahwa kualitas seks mereka justru turun setelah menikah. Seks tak semenyenangkan saat pacaran dulu, katanya. Ada yang mengatakan seks terasa monoton dan membosankan, sehingga tak lagi menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu dan penuh kejutan. Ada juga salah satu klien yang merasa lebih bergairah berhubungan seks dengan orang lain daripada pasangan sendiri. Dan tentu saja masih banyak alasan lain yang membuat kualitas dan intensitas hubungan seks menjadi menurun.
Banyak dari kita yang mempersepsikan menikah dengan keterikatan. Menikah membuat kita terikat dengan satu orang yang sama dalam kurun waktu yang lama bahkan sampai akhir hayat kita. Persepsi ini sebenernya nggak salah, hanya saja persepsi keterikatan ini membuat kita merasa tak perlu lagi belajar memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan satu sama lain. Toh sudah terikat, nggak mungkin akan kabur. Mereka yang dulu pacaran sering banget telponan untuk ngobrol sampai pagi, ketika sudah menikah main hp sendiri-sendiri dan langsung tidur. Mereka yang dulu selalu cuddling sebelum having seks saat pacaran, setelah menikah buka baju – penetrasi – langsung tidur. Saat menikah, seakan tak perlu lagi melakukan dialog mendalam untuk bisa saling memahami satu sama lain.
Nah, hal-hal seperti inilah yang menjadi pendorong mengapa pasangan yang menikah justru jarang melakukan hubungan intim. Selain itu juga persoalan dalam penikahan (hidup satu atap) yang tak pernah muncul selama pacaran (tinggal terpisah) juga berpengaruh. Perkara salah naroh handuk, lupa buang sampah, keliru naroh garem dalam kopi atau telat jemput kerja bisa bikin mood bercinta down atau hilang napsu. Mendingan lanjut kerja di rumah sampe tengah malam atau ngelonin anak sampe ketiduran, hehe.
Dalam pernikahan, seks itu nggak cuma olah raga fisik tapi juga olah rasa batin, lho. Seks bisa menjadi alat yang powerfull dalam membangun ikatan batin dengan pasangan. Saat intensitas dan kualitas seks seimbang, rasanya kaya jarang merasa salah paham dengan pasangan. Bahkan, seakan-akan satu sama lain paham aja gitu apa yang mau dilakukan dan dirasakan.
Lalu, gimana kalo seks sudah mulai jarang dilakukan dan lebih memilih untuk masturbasi di kamar mandi atau cari orang lain? Tentu saja ini udah tanda-tanda hubungan komunikasi sedang tidak baik-baik saja. Hal yang pertama adalah jangan menghindar dan belajar untuk menghadapi. Menghadapi ketidaknyamanan saat memulai kembali obrolan dengan pasangan. Seringkali yang membuat skip ngobrol adalah ujung-ujungnya ribut karena saling menyalahkan.
Padahal, tujuan dari ngobrol itu bukan cari siapa yang benar dan siapa yang salah lo.. tapi mengkoneksikan kembali jalinan komunikasi yang sempat terputus. Ketika ngobrol udah mulai lancar, udah mulai paham kondisi masing-masing maka selanjutnya adalah cari cara bersama untuk bisa mengembalikan intensitas bercinta seperti dulu kala. Bisa dengan mulai bikin jadwal bersama sehingga seks tak harus selalu menyesuaikan mood, eksplorasi gaya baru, dll.
Memperbaiki kualitas seks dalam pernikahan itu usaha dua belah pihak. Jika salah satu merasa baik-baik saja dalam urusan ranjang sedangkan yang lain tidak, maka ini sudah jadi pertanda kalo butuh konseling lebih lanjut.