Cerita ini terinspirasi dari seorang kawan di kantor. Ia pernah bercerita tentang seorang perempuan yang meninggalkan impiannya sebagai penari balet profesional hanya karena respon yang diberikan oleh salah seorang juri tidak sesuai dengan harapannya. Perempuan itu langsung melabel bahwa dirinya tidak berbakat menari balet hanya berdasarkan asumsi yang tak coba ia konfirmasi sebelumnya. Hingga akhirnya ia menyesali, bahwa sebenarnya asumsinya selama ini salah. Semua terlambat, sebab ia telah menguburkan dalam-dalam impiannya menjadi penari balet profesional.
Kira-kira dari cerita di atas, siapa yang patut disebut dengan Sang Pencuri Impian?
Si jurikah atau si perempuan itu sendiri?
Kebanyakan dari kita seringkali menyalahkan orang lain atau lingkungan saat apa yang kita lakukan tidak mendapatkan respon sesuai dengan yang kita inginkan. Kita terburu-buru langsung berasumsi atau bahkan langsung menjudge diri sendiri bahwa tidak berbakatlah, tidak kompetenlah, tidak mampulah, dan tidak tidak yang lainnya.
Aku pun dulu sering berpikir demikian. Saat apa yang aku lakukan mendapatkan kritikan dari orang lain, aku langsung menyegerakan ambil langkah mundur dan enggan maju untuk terus membuktikan. Secara tidak langsung, Sang Pencuri Impian ialah diri kita sendiri, bukan orang lain. Apa yang kita impikan akan menjadi kenyataan saat kita teguh meyakininya dan membuktikannya.
Kita lebih sering sibuk. Terlalu sibuk mendengarkan apa kata orang. Orang lain berhak berkata apa tentang kita, namun kita juga berhak memfilter perkataan apa yang mau kita terima dan kita amini.
Tak perlu terlalu merisaukan haters-haters yang bertebaran di luar sana. Cukup ingat aja lagunya SM*SH yang judulnya “Senyum dan Semangat”
Tak peduli ku di bully omongan lo gue beli
Cacian lo gue cuci dengan senyuman prestasi
Tak pernah ku malu karna cibiranmu
Ku jadikan motivasi untuk maju
No more mellow say no to galau
No more tears say no to fears
Haha.. sante aja, kalem aja. Haters itu followers setia.
So tetap semangat untuk maju.
Cheers!