No Widgets found in the Sidebar

Tulisan ini aku tulis pada tahun 2014, tepatnya enam bulan setelah aku lulus S1. Aku menemukan tulisan ini sewaktu lagi beberes folder di laptop. Tulisan yang sayang banget untuk nggak di posting, karena bagiku tulisan ini ibarat monumen. Monumen yang mengembalikan semangatku untuk memperjuangkan jalan yang sudah aku pilih 🙂

Banyak hal terjadi saat saya menimba ilmu dalam pekerjaan. Dari ilmu marketing, ilmu persuasif dan ilmu-ilmu lainnya. Tapi ilmu yang paling penting adalah ilmu dalam meng-intisari-kan sebuah peristiwa simplenya memberi makna dalam setiap peristiwa. Jujur saja, selama ini saya adalah orang yang kurang peka dalam menjalani hidup bisa dibilang kurang memakna setiap hal yang terjadi dalam hidup saya, lima bulan bekerja berjalan dengan lancar tanpa ada suatu hambatan dan tiba pada bulan ke enam dimana benturan-benturan mulai datang secara berurutan, disinilah mental saya benar-benar diuji. Selama ini saya cukup menjadi orang yang sombong, bahwa menganggap bahwa diri saya berada pada jalur yang paling tepat, namun semua itu mulai terpatahkan satu persatu. Semua berawal dari pertemuan saya dengan salah satu tokoh ternama di kota yang saya tempati. Beliau adalah pak Ilik yaitu tokoh penggerak masyarakat. Pertemuan awal saya dan beliau pada sebuah acara di universitas dan berlanjut pada pertemuan kedua di kediaman beliau. Pada pertemuan kedua, saya dan dua orang rekan saya mengunjungi rumah beliau. Awalnya memang kami ngobrol ringan, tentang apa kegiatan kami dan apa kegiatan beliau dengan pemberdayaan masyarakatnya. Setengan jam berlalu dengan elegan, pada suatu ketika beliau mulai mengkritisi apa yang kami (saya dan rekan) lakukan. Setiap apa yang beliau sampaikan sangat membuat saya bingung dan perlu berpikir berulang kali untuk mengetahui apa maksud beliau. Tutur kata yang awalnya sopan kini berubah mejadi sangat blak-blakan tanpa melihat sisi empati lagi. Wow! Kagetnya bukan main saya dengan pembicaraan ini. Dalam hati saat itu, saya sangat menyesal kenapa pula harus bertemu dengan orang ini.  Namun, setelah pamitan dan pulang saya menyerapi lagi apa yang disematkan beliau dalam pembicaraan yang panjang dan membuat saya kurang nyaman itu. Beliau banyak menyematkan bahwa kita sebagai pribadi itu perlu mengetahui apa yang membuat diri kita berbeda, dan beliau juga memberikan pesan bahwa yang ada di otak kita hanya aja “noise” ya istilahnya kurang ada ketenangan yang kita rasakan. Hal yang saya dapatkan dari beliau adalah tentang ilmu “olah rasa dan olah jiwa”.  Ya memang tanpa saya pungkiri memang selama ini saya tidak pernah melakukan olah rasa dan olah jiwa sehingga membuat saya kurang peka dalam memaknai hidup.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, saya mendapatkan kesempatan untuk ngobrol-ngobrol dengan seseorang yang saya temui dalam acara buka bersama salah satu komunitas. Beliau bernama Mbak M. Saat melihat sosok mba M ia terlihat seperti wanita biasa, namun setelah kami bertemu untuk kedua kalinya penilaian saya mulai berbeda. Penilaian berbeda lebih karena takjub. Mba M bercerita banyak tentang pengalaman hidupnya dulu, dari saat masa kuliah, bekerja, dan menajadi ibu rumah tangga. Singkatnya, Mbak M dulu pernah mengalami suatu goncangan jiwa yang menyebabkan ia mengalami problem psikis berat, hingga sampai harus mondok di RSJ dan menjalani pengobatan alternatif jiwa di pelosok desa di suatu daerah. Ternyata untuk kembali seperti semula Mba M berjuang cukup keras, namun dari perjuangan tersebut saya mendapati bahwa Mba M menyadari bahwa hal yang dapat membuat dirinya sembuh lagi-lagi terkait dengan “olah rasa dan olah jiwa”.

Dari pertemuan dua orang tersebut mulai menyadarkan saya bahwa memang Tuhan menitipkan pesan pada saya melalui orang-orang yang saya temui agar saya mulai melatih kepekaan saya bila saya benar-benar ingin menjadi psikolog ekspert. Saya mulai mengurai lagi apa saja yang telah saya alami selama ini, nilai-nilai apa saja yang bisa saya ambil dari setiap peristiwa, dan kepekaan tersebut juga membawa saya untuk lebih percaya lagi bahwa Tuhan itu benar-benar ada untuk membimbing saya. Saya percaya bahwa apa yang saya lakukan bisa terjadi karena dengan seijin YME. Dengan menumbuhkan kepekaan dalam rasa dan jiwa, saya yakin dapat membantu saya dalam menjalani hidup lebih baik dan membawa saya dalam melampaui cita-cita saya kelak.

baca sebelumnya Mau Jadi Psikolog (Part 1)  

By celotehyori

Diana Mayorita, yang lebih sering dipanggil dengan YORI. Saat ini berprofesi sebagai psikolog klinis yang concern pada issue seks & relationship. Saat ini juga bersama tim sedang mengembangkan sebuah platform digital untuk memudahkan akses layanan psikologi di Indonesia. Selain itu, juga aktif dalam berbagi edukasi psikologi dan seksologi melalui berbagai media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.