Pelacur, mungkin terdengar kasar yaa.. Tapi bila ditilik dari arti kata pelacur sesuai dengan KKBI pelacur berasal dari kata lacur yang berarti malang; celaka; sial; buruk laku. Namun bila dijabarkan lagi, sebenarnya tidak semua perilaku orang yang menjual diri itu buruk, hanya saja apa yang dilakukannya untuk mendapatkan uang tersebutlah yang buruk, jadilah disebut dengan pelacur.
Dibanyak media massa, pada saat-saat tertentu pasti akan dimunculkan tentang isu atau berita yang berhubungan dengan pelacuran. Mulai dari isu penutupan lokalisasi, tertangkapnya manager artis yang merangkap sebagai mucikari, dan berita pembunuhan seorang pelacur yang mayatnya ditemukan termutilasi di jalan tol. Dari contoh yang aku sebutin diatas, taukah apa perbedaanya? Yap, kalo pada sadar sebenarnya aku sudah menyebutkan tentang grading atau pengklasifikasian pelacur menurut kelasnya.
Pada postingan kali ini, dengan senang hati aku akan membahas tentang pengklasifikasian pelacur menurut dengan kelas beserta servisnya, cekidot yah!
- Pelacur Low Class tipe A
Pelacur kelas bawah itu biasanya yang sering kita lihat dipinggir jalan. Dandan seadanya dan menerima tamu yang seadanya pula. Biasanya penampilan tidak terlalu dipedulikan, karena modal mereka juga terbatas. Tempat mangkalnya tidak selalu di pinggir jalan, namun bisa juga di terminal, stasiun kereta atau tempat-tempat yang sudah terkenal sebagai lokalisasi dadakan. Kalo di Semarang itu seperti di kawasan Blerok, Kota Lama, Polder Tawang depan Stasiun Tawang, kawasan TI, terminal Terboyo, dan masih banyak lagi. Target tamu yang mereka sasar juga biasanya yang berdopet pas-pasan seperti tukang becak, kuli bangunan, supir trek, dan sejenisnya. Untuk harga? Ya biasanya berkisar 30rb – 75rb atau sesuai dengan kesepakatan tawar menawarnya. Bahkan aku pernah juga mendapat cerita dari salah seorang teman bahwa dia pernah ditawari hanya membayar 5rb untuk menghisap puting saja. Selain harga servis yang relative sangat murah ternyata pelacur kelas bawah menawarkan banyak bonus. Yap! Bonus penyakit hehehe. Lalu layanannya apa saja? untuk pelacur kelas bawah memang hanya menawarkan jasa seks konvensional, prinsipnya bisa masuk dan langsung keluar…
- Pelacur Low Class tipe B
Pelacur kelas bawah tipe B secara prinsip sebenarnya tidak berbeda dengan yang tipe A dalam hal layanan seks, yang berbeda yaitu tempat, penampilan dan harga pastinya. Tipe B masih punya modal untuk bersolek, beli wewangian, dan beli baju-baju seksi. Saking ingin terlihat menonjol, kadang penampilan mereka berlebihan sehingga terlihat norak. Untuk tempat mangkalnya biasanya sudah terlokalisir seperti di lokalisasi Sunan Kuning, GBL, kawasan stasiun Poncol, dll. Lokasi-lokasi tersebut biasanya sudah terdaftar dalam sebuah lembaga yang mengurusi tentang pelacuran untuk kepentingan akses kesehatan. Jadi bisa dibilang secara kesehatan pelacur kelas bawah kemungkinan terjamin, namun sayangnya tidak bisa dipastikan semua pelacur yang mangkal di lokalisasi bebas dari penyakit-penyakit kelamin. Ya ibaratnya seperti undian. Soal harga pastinya mereka punya batas bawah, rata-rata mereka mematok harga 150rb. Bagi pelacur yang punya grade biasanya mereka bisa mendapat pelangggan yang rela membayar sampai 1 jtan untuk menginap semalaman. Secara servis, kebanyakan masih bermain pada level konvensional. Kalopun ada yang bersedia free style itupun hanya bisa dihitung jari. Lalu siapa pelanggannya? Nah untuk sebaran tamunya cukup luas dari berbagai kalangan. Ada yang mahasiswa, pengusaha, pejabat, aparat berwajib, preman kelas menengah, dll. Namun perlu dicermati pelanggan mereka juga kebanyakan yang berasal dari kalangan ekonomi menengah, kalopun pejabat atau aparat juga bukan yang punya pangkat yang tinggi-tinggi banget. Oh ya tamu yang datang ke lokalisasi banyak juga pria-pria yang sudah berumur, yang jengah dirumah karena istri tak lagi menarik. Biasanya tamu om-om ini tak selalu berakhir kentu namun lebih senang ditemani karaoke atau hanya sekedar sebagai peneman ngobrol.
To be continued ….
“Disclaimer: Postingan ini bertujuan untuk edukasi semata”