“Aku pengen masuk LP Wanita.” Hmm sound scary ya? hehe,, ya itulah salah satu keinginanku 2 tahun lalu saat aku masih kuliah. Ingat! masuk itu bukan berarti tinggal / hidup di dalam LP loh. Dulu aku sangat penasaran ada apa sih dibalik jeruji dan pintu besi yang selalu tertutup rapat saat aku lihat dari jalan raya. Namun keinginanku itu terwujud saat kantorku mengadakan kegiatan Memperingati Hari Aids Sedunia (HAS) pada tanggal 19/12 lalu. Sugguh senang sekali rasanya akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di sebuah lembaga pemasyarakatan wanita yang banyak dibilang orang itu mengerikan.
Kegiatan HAS itu berlangsung sangat meriah, disela-sela kegiatan, aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk ngobrol dengan beberapa penghuni lapas, dari yang ibu-ibu sampai yang berkembangsaan asing. Satu hal yang membuatku penasaran adalah para penghuni lapas ternyata tidak seperti yang aku duga sebelumnya yang berpakaian seadanya, kurang terawat dll. Namun aku melihat bahwa sebagaian besar penghuni memiliki wajah yang sangat terawat dan saat olah raga pun sebagian besar menggunakan sepatu olahraga bermerek. Aku cukup dapat membedakan mana yang make up asal-asalan dan mana yang bener-bener kebiasaan make up. Dari pengamatan awal ku itu langsung aku tanyakan pada pembina lapas dan ternyata memang ada peraturan bahwa penghuni lapas diwajibkan untuk berdandan agar tetap terlihat bersih dan cantik.
Walaupun mereka tinggal di lapas, tapi jangan bayangkan penampilan mereka biasa-biasa saja. Mereka masih bisa bersolek dan berhias, sehingga mereka tetap tampak cantik dan ayu. Bagi mereka yang ibu-ibu ‘pejabat’ ya gayanya masih sama, alis tebal lipstik merah dan pipih merah merona. Bahkan bila ada penghuni lapas yang bisa fashial atau memiliki ketrampilan salon menyalon maka akan memberikan layanan pada mereka yang membutuhkan.
Dari hasil aku ngobrol sana sini buat mengkorek informasi ternyata para penghuni lapas kebanyakan adalah mereka yang terkena kasus narkoba dan beberapa tahanan korupsi, selain itu kebanyakan tidak berasal dari semarang namun dari Jakarta dan luar Jawa. Jadi aku tidak heran lagi mengapa mereka berpenampilan sangat modis dan cukup glamor untuk ukuran penghuni lapas.
Beda lapas pasti beda sistem dan lingkungannya. Aku sempat mengobrol dengan penghuni lapas bernama Beby (bukan nama sebenarnya). Dia asli Jakarta dan sebentar lagi akan bebas. Beby mengatakan sebenarnya kehidupan di lapas Semarang masih sangat manusiawi daripada lapas yang ada di daerah lain seperti Jakarta. Di lapas ini Beby dapat bebas melakukan kegiatan sesuai dengan keinginannya bahkan dia mengaku dapat bermain gitar selama di lapas karena ia bisa memanggil guru musik dari luar. Dari segi makanan dan kebersihan pun juga sangat manusiawi, bahkan Beby sesekali dapat membeli ice cream kesukaannya di dalam lapas. Setidaknya aku mendapatkan gambaran bahwa kesejahteraan fisik dan psikis penghuni sangat dipikirkan oleh pembina. Lalu soal issue bullying atau kekerasan bagaimana ?
Aku pun langsung mengorek informasi lebih dari Beby dan teman-temannya yang kebetulan berkebangsaan China. Mereka bercerita bahwa di lapas ini tidak ada yang namanya kekerasan seperti yang dibicarakan di luar sana, bahkan mereka saling support bila sesama penghuni ada masalah yang biasanya dialami oleh penghuni yang baru masuk. Terdapat juga peer educator dan psikolog bila dibutuhkan untuk menangani permasalahan psikologis bagi penghuni lapas.
Well, mungkin itu masih permukaan saja hasil kekepoanku soal kehidupan di lapas. Tapi aku bersyukur dapat mengetahui sisi kehidupan lain dan mengambil banyak pelajaran di lapas wanita ini. Ya seberapa sejahteranya di lembaga pemasyarakatan pasti sebagian besar orang tidak mau hidup di lapas yang kehidupannya dibatasi. Namun beda soal lagi lo sama kasus orang yang sengaja berbuat kejahatan agar bisa masuk lapas karena makanannya yang terjamin ada, hehe.
Jaman sekarang jadi orang baik aja gak cukup bila tidak dapat memanage dan menempatkan kebaikan itu di situasi yang tepat.
*postingan lama yang didaur ulang*