Nulis jurnal kehamilan di saat usia kandungan udah memasuki 36 week kayaknya udah telat yaa.. Tapi nggak papa deh, dari pada nggak ada dokumentasi sama sekali hehe. Bukan mau cari alesan sih, tapi memang untuk nyiapin kehadiran anak pertama ini banyak banget yang aku persiapin, salah satunya ialah membangun sistem untuk bisnis yang lagi running biar tetep bisa jalan saat aku cuti pasca melahirkan.
By the way, dalam tulisan ini aku mungkin singkat dan nggak terlalu detil, karena ya keterbatasan memori hehe. Tapi aku usahain untuk cerita sesuai pengalaman riil soal apa aja perubahan yang terjadi dalam hidup selama mengandung jabang bayik.
Menunda Kehamilan
Aku adalah orang yang sangat disiplin dalam mencatat hari pertama haid sampai dengan hari terakhir haid. Seingetku, selama 4 tahun terakhir aku nggak pernah absen soal catat mencatat, terlebih setelah ada aplikasi di smartphone sehingga makin memudahkanku untuk tracking. Dari disiplin mencatat inipun aku jadi bisa merencanakan kehamilan juga. Setelah menikah, aku dan suami bersepakat untuk nggak terburu-buru punya momongan. Walau kami pacaran udah lebih dari 10 tahun, tapi tetep aja ketika tinggal seatap pasti selalu ada hal yang butuh penyesuaian. Tiga bulan pertama mungkin nggak terlalu berasa ya, tapi setelah memasuki bulan-bulan berikutnya mulai deh muncul hal-hal yang butuh negosiasi, diskusi, dan masih banyak hal lagi. Apalagi, soal urusan mengurus rumah tangga itu PRnya banyak banget. Itulah mengapa keputusan menunda kehamilan dirasa menjadi pilihan yang tepat. Oh ya, selain itu aku juga mengukur kesiapan metal psikologisku. Jadi aku bener-bener aku pikir banget. Kenapa hal ini sangat aku pertimbangkan? Karena aku sempat keguguran dan aku merasa hal ini juga ada faktor karena aku belum siap secara mental untuk mengandung buah hati. Kalian bisa baca insight yang aku dapet dari kejadian keguguran di tulisan berjudul : Luruh
Trimester Pertama
Setelah mengalami keguguran, banyak hal yang aku pelajari dan persiapkan. Kalo kata dokter untuk bisa optimal maka aku perlu menunggu 2-3 bulan untuk hamil lagi dan aku ngikutin saran dokter. Hingga setelah siklus haid kembali normal, aku mulai merencanakan kehamilan dengan sadar. Kenapa dengan sadar? Karena di kehamilan pertama karena itu dilakukan tanpa rencana hehe, sedangkan yang kedua ini bener-bener aku perhitungkan kapan waktu yang pas dan kondisi yang okey sesuai dengan pengetahuanku bagaimana pembuahan bisa terjadi.
Hingga di bulan Juni aku tak mendapati aku datang bulan sesuai dengan tanggal yang semestinya. Deg-degan? Pasti. Tapi aku tak segera melakukan cek kehamilan dan lebih memilih untuk menunggu beberapa hari setelahnya. Waktu yang ditunggu-tunggu datang. Aku sengaja nggak ngasih tau suami soal rencanaku untuk test kehamilan, yaa suprise ala ala lah haha. Dan ternyata bener, hasil menunjukkan dua garis merah yang tandanya aku hamil. Sore harinya setelah jam kantor usai, akhirnya aku ngasih tahu suami soal hasil tesnya. Seneng? Alhamdulillah kami langsung berpelukan dan banyak hal yang langsung kita obrolin.
Seminggu setelahnya, kami langsung memutuskan untuk kontrol. Memang aku sengaja kontrol di awal-awal minggu setelah kehamilan agar semua terpantau. Satu bulan pertama belum ada perubahan kondisi fisik yang berarti, aku masih pake celana dan baju lama hanya aja udah nggak minum kopi dan makan sate-satean. Mual muntah juga belum muncul. Gimana dengan hubungan seks? Kami masih melakukan walau frekuensinya tidak seperti sebelumnya, ya niatnya untuk menjaga aja walau gairah tak berubah masih seperti dulu.
Awal-awal kehamilan ini juga kami disibukkan dengan pindahan kantor dan rumah. Aku merasa ini waktu yang tepat, karena lingkungan tempat tinggalku dulu sejujurnya tak membuatku kerasan. Selain spacenya kecil, dampaknya nggak leluasa menghirup udara pagi yang segar. Selain itu juga lingkungan tetangga yang kurang lah menurutku. Sedangkan di tempat tinggalku yang sekarang, spaceku lebih luas dan aku bisa lebih leluasa dari sebelumnya.
Memasuki bulan kedua dan ketiga, perubahan fisik mulai terjadi. Sebenernya kalo dari perubahan body belum terlalu keliatan ya tapi lebih pada perubahan hormonal. Aku mengalami morning sickness dan evening sickness. Haha, karena mual muntah hanya terjadi di pagi dan sore hari menjelang magrib, aneh bet ya? Jadi selama dua bulan aku jarang banget menyentuh dapur, karena apa? Bau bawang putih bawang merah dan segala tetek bengek perdapuran bikin aku mual muntah. Selain itu juga badan rasanya kaya setiap hari masuk angin mulu. Jadi ya hampir dua hari sekali aku minta kerokin suami hehe. Kalo kata dokter hal ini wajar, jadi ya udah deh dijalanin aja. Karena udah mual muntah, secara nggak langsung ini juga berpengaruh pada aktivitas seksual kami. Kalo mual lagi dateng tiba-tiba drop aja gitu dan mulai nego sama suami untuk cari alternatif lain. Saat ini juga aku mengalami konflik batin sama diri sendiri karena sejujurnya aku sangat ingin melakukan hubungan seksual, tapi tubuh dan pikiran kaya nggak konek. Dan ini juga berdampak aku beberapa kali mimpi erotis dan ya aku paham ini sebenernya efek dari apa yang terjadi dengan perubahan fisik.
Walau ini menjadi suatu persoalan tersendiri, tapi aku dan suami tetap ngobrol dan diskusi walau tak selalu mendapatkan pencerahan yang kami inginkan masing-masing. Tapi menurutku tidak masalah, sebab tidak semua pembicaraan atau diskusi harus menemukan kesepakatan atau solusi yang diharapkan. Setidaknya kami selalu mengkomunikasikan apa yang kami alami dan rasakan dalam fase ini. Akhirnya aku sadar bahwa saat mengandung bukan hanya aku saja yang mengalami perubahan, tapi juga suamiku juga pasti mengalami perubahan.
Trimester Kedua
Ajaibnya, setelah masuk trimester kedua keluhan mual muntah tiba-tiba ilang begitu aja. Aku juga heran sih kenapa bisa begitu. Tapi aku bersyukur karena bisa kembali seproduktif sebelumnya. Dan mungkin ini juga udah rencana Tuhan kali ya, di bulan-bulan ini aku justru melahirkan satu unit bisnis baru yang sebelumnya nggak pernah aku rencanakan. Jadi mau tidak mau konsentrasi justru tercurah ke sini. Ini sangat membantu sekali karena aku nggak terlalu mikir soal gimana-gimana soal kehamilan. Ya walau kekhawatir itu selalu ada ya, tapi aku berusaha untuk tidak fokus ke situ.
Tapi ada satu hal yang bikin aku gusar dan cemas banget soal kehamilan, yaitu soal tokso. Aku dan suami memang punya dua kucing yang kami pelihara dari sebelum aku hamil. Kucing ini bukan tipe kucing rumahan banget karena sesekali kali bebaskan untuk berkelana di luar rumah. Jadi soal makan masih goker-goker sampah dan eek juga kadang masih sembarangan. Aku sempet konsul dokter, dia bilang selama aku nggak bersentuhan langsung dengan eeknya semua aman-aman aja dan selain itu juga asal kucingnya memang bersih. Eng ing eng… soal poin ke dua ini yang bikin aku kepikiran, ya gimana mau bersih kan di lepas keluar rumah wkwkwk.
Aku sempet agak bersitegang dengan suamiku soal ini. Karena menurutnya aku terlalu berlebihan dalam merespon dan aku juga merasa kalo suamiku terlalu cuek dan nggak peduli soal ini. Aku sempet meminta untuk membuang saja salah satu kucing yang menurutku berpotensi membawa virus tokso. Tapi saat itu suamiku diam saja dan nggak ngasih respon apa-apa. Dari situ aku merasa ada yang nggak beres dengan statementku, karena aku paham betul suamiku saat responnya sudah demikian. Akhirnya aku ngobrol dengan mbakku yang memang selama ini jadi tempat aku cerita dan diskusi soal apapun. Dan ternyata bener, respon suami yang dingin bukan karena dia cuek atau nggak peduli dengan anak kami, tapi lebih pada filosofis soal hidup.
Ya kami berdua punya latar belakang yang sama yaitu pernah sama-sama “dibuang” hanya karena tidak memenuhi ekspektasi. Itulah mengapa saat aku melakukan hal yang sama pada kucing yang selama ini menjadi tempat ngobrolku dan media healing berarti aku secara nggak langsung melakukan hal yang sama seperti mereka yang telah membuangku. Dari situ aku juga langsung tersadar bahwa ini justru bisa berdampak pada janinku. Aku secara nggak sadar sudah mengajarkannya hal yang kurang etis soal memperlakukan makhluk hidup. Ini adalah pelajaran dasar yang krusial dan aku percaya dari dalam kandungan janin sudah banyak belajar. Jika ada makhluk yang tidak sesuai dengan harapan atau ekspektasi bukan dibuang tapi ya treatmen. Dan yaa, akhirnya aku mentreatmen anak kaki empat dengan memasukkannya ke kandang.
Trimester Ketiga
Baca di postingan selanjutnya yaa…