“Oh ya, ngomong-ngomong kok mbak bisa sampai kerja disini itu ceritanya gimana?” tanyaku sambil mengunyah biskuit kelapa.
“Panjang sih mbak ceritanya dan hidup yang aku jalani itu keras,” pintanya padaku saat ia mulai menceritakan tentang perjalanan hidupnya sambil sesekali mengunyah biskuit kelapa.
Kerasnya hidup yang ia jalani ternyata sudah dimulai semenjak ia ditinggal oleh ibunya untuk selamanya saat berusia 3 bulan. Dekapan hangat seorang ibu yang tak pernah ia rasakan menjadi awal mula kelamnya hidup yang harus ia lalui hingga ia dewasa. Walaupun sampai saat ini ia masih memiliki Ayah, namun karena sesuatu hal hubungan mereka tak begitu dekat, terlebih tak lama setelah ibunya meninggal ia diasuh oleh keluarga yang ada di Jawa Timur.
Menurutnya, awal kehidupannya di Jawa Timur sudah penuh dengan cobaan. Bagaimana tidak, Puput bercerita bahwa ia hampir saja dijual oleh keluarganya saat belum genap usianya satu tahun. Hingga pada akhirnya ia diselamatkan oleh nenek dan kakeknya yang sampai saat ini sudah dianggapnya sebagai orangtuanya sendiri.
Puput memang tak dibesarkan dari keluarga yang kaya raya dan serba berlebih. Kakek neneknya tergolong salah satu dari sekian banyak warga miskin di desa. Namun, walaupun demikian Puput tetap diasuh sebaik mungkin oleh kakek neneknya di tengah keterbatasan. Selain keterbatasan yang Puput alami, ternyata selama hidup di Jawa Timur ia kurang mendapat penerimaan dari anak-anak kandung dari kakek neneknya. Menurut mereka, Puput hanyalah sebagai beban tambahan di keluarga. Sehingga saat Puput kecil hingga remaja, ia kerap kali mendapat perlakuan secara semena-mena oleh saudara-saudaranya.
Puput kecil hidup di tengah lingkungan agamis yang sangat kental. Semenjak SD hingga SMA, Puput bersekolah di sekolah madrasah yang jaraknya tak jauh dari tempat tinggalnya. Menurutnya, selama bersekolah ia merupakan salah satu siswa yang berprestasi. Sehingga tak heran baginya, saat duduk di bangku SMA ia diminta sekolah untuk menjadi guru mengaji bagi anak-anak kecil di sore hari.
Prestasinya di sekolah ternyata sangat bertolak belakang dengan pergaulannya di rumah. Puput mengaku bahwa dirinya seringkali diolok-olok oleh tetangganya karena ia hidup di keluarga yang miskin. Tak hanya persoalan materi saja yang menjadi bahan olokan tetangga-tetangganya, ternyata penampilan Puput yang masih berpenampilan kuno pada waktu itu pun menjadi bahan olokan yang sering kali menyakitkan hatinya.
Puput sadar bahwa menjadi seorang guru terlebih guru mengaji wajib menjaga penampilan yang tertutup. Untuk makan saja sulit apalagi untuk membeli pakaian yang bagus. Dengan penampilan seadanya dan menggunakan pakaian yang berwarna lusuh tak heran bila Puput terkesan ndeso di mata tetangganya.
Puput kecil tumbuh menjadi remaja yang memiliki pribadi tertutup. Segala hal yang ia kerjakan hanya untuk membahagiakan sosok yang sudah dianggapnya sebagai orang tuanya sendiri. Puput sadar bahwa cita-citanya untuk bisa meneruskan pendidikan di sebuah universitas harus kandas karena melihat ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan. Puput saat itu hanya berfikir bagaimana harus mendapatkan uang sebanyak mungkin untuk membantu kehidupan keluarga yang kian hari kian tak menentu.
Gaji seorang guru selama lebih dari satu tahun tak pernah cukup untuk membantu menghidupi kehidupan keluarga sehari-hari. Tak ada lagi orang yang bisa diandalkan untuk membantu kehidupan keluarganya selain Puput seorang. Menurutnya, saudara-saudaranya sudah tidak lagi peduli dengan kehidupan kakek neneknya semenjak memiliki keluarga masing-masing. Semua dilimpahkan pada Puput. Dari keadaan yang demikian, akhirnya Puput memutuskan untuk merantau menjadi TKW di Malaysia.
to be continued…
Kisah sebelumnya,