Gunung Kemukus merupakan salah satu gunung yang cukup bahkan fenomenal di Indonesia. Hal yang membuat gunung ini menjadi fenomenal, bukan karena ketinggiannya yang menyaingi Gunung Everest ataupun Gunung Himalaya, bukan. Namun hal yang membuat gunung ini menjadi berbeda dengan yang lain ialah fenomena ritual seks yang ada di gunung tersebut. Ketenaran Gunung Kemukus semakin menanjak saat ada media asing yang membuat liputan khususnya di tahun 2014 lalu.
Sebagian besar masyarakat di Jawa mengenal Gunung yang terletak di Kab. Sragen ini sebagai gunung yang sering digunakan untuk ngalap berkah plus plus. Bagi orang Jawa yang mempercayai Kejawen, ngalap berkah sendiri diartikan kegiatan untuk mencari berkah dengan mengunjungi tempat-tempat keramat atau orang yang dianggap bisa memberikan keberkahan seperti makam wali, gua, pemandian, pohon, sendang (telaga) dan sebagainya. Di area Gunung Kemukus sendiri, terdapat sebuah makam yang dikeramtkan oleh masyarakat sekitar yaitu makam dari Pangeran Samudro, yaitu tokoh penyebar agama Islam yang masih memiliki keturunan Kerajaan Majapahit.
Pastinya banyak yang bertanya-tanya bagaimana bisa ada syarat ritual seks yang harus dilakukan di makam yang notabene sebagai penyebar agama yang kini dipeluk mayoritas penduduk di Indonesia. Hal tersebut sebenarnya tidak bisa terlepas dari kepercayaan masyarakat yang sudah turun temurun, yang sayangnya keliru.
Banyak orang percaya bahwa, dengan berdoa di Gunung Kemukus apapun permintaan akan dikabulkan. Kebanyakan orang yang ngalap berkah di Gunung Kemukus ialah orang-orang yang memiliki kepentingan terkait dengan kekuasaan, seperti ingin mendapatkan kenaikan pangkat, terpilih sebagai kepala daerah, dll. Maka tak heran saat menjelang pemilihan kepala derah, Gunung Kemukus ini menjadi lebih ramai dibandingkan dari hari-hari biasanya. Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang Mitos dan Kekuasaan di Gunung Kemukus yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa Udayana Bali, bahwa banyak dari peziarah yang datang dengan motif kekuasaan.
Menurut info yang tersebar, orang yang ingin permintaanya dikabulkan maka wajib melakukan hubungan seks dengan yang bukan pasangannya sahnya selama tujuh kali berturut-turut pada malam Jum’at Pon. Bagi mereka yang datang sendirian, otomatis akan mencari partner ritual yang ada di lokasi. Sehingga tidak heran, bila di sekitar Gunung Kemukus terdapat banyak wanita atau pria yang menawarkan diri sebagai partner ritual seks dengan para oknum peziarah. Dan ada pula warung remang-remang yang menyediakan bilik-bilik asmara.
Ritual seks tersebut memang tidak bisa terlepas dari beberapa mitos yang beredar. Beberapa sumber mengatakan bahwa konon pada zaman dahulu ada seseorang yang bernama Pangeran Samudro yang jatuh cinta dengan ibu tirinya Nyai Ontrowulan. Mereka berdua berhubungan badan di puncak Gunung Kemukus dan tertangkap basah oleh Raja. Kemudian keduanya dibunuh lalu jasad dimakamkan di tempat yang sama. Banyak yang percaya, bahwa makam keduanya menjadi tempat suci dan dijadikan sebagai tempat untuk meminta kemakmuran hidup.
Selain mitos yang beredar tersebut, hubungan seks yang dijadikan sebagai syarat wajib tersebut juga muncul karena kesalahan tafsir yang selama ini diyakini oleh masyarakat. Konon sebelum meninggal dunia, Pangeran Samudro memberikan wejangan pada pengikutnya.
“Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sliweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno dhemene kaya dene yen arep nekani marang panggonane dhemenane.” (sumber: Kadjawen, Yogyakarta: Oktober 1934)
Artinya : “Barang siapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapai tujuan harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci, jangan serong kanan-kiri harus konsentrasi pada yang dikehendaki atau yang diinginkan, dekatkan keinginan seakan-akan mau menuju ke tempat kesayangannya atau kesenangannya.
Sayangnya, wejangan tersebut kemudian disalahartikan oleh oknum peziarah, terutama pada bagian dhemenane. Para oknum menafsirkan bahwa yang dimaksud degan dhemenane yaitu seperti kekasih simpanan atau teman kumpul kebo dan wajib untuk melakukan hubungan seks. Padahal, bila ditelaah lebih dalam kata dhemenan dalam konteks Jawa merupakan keinginan yang diidam-idamkan, cita-cita yang akan segera terwujud atau tercapai seperti ketika ingin menemui kekasih.
Sebenarnya, Pangeran Samudro adalah tokoh yang sangat berjasa dalam menyebarkan agama Islam. Pangeran keturunan Kerajaan Majapahit ini berkelana ke Demak bersama ibunya untuk memperdalam agama Islam dengan Sunan Kali Jaga. Kemudian, setelah beberapa lama mendalami agama Islam di Demak, Sunan Kali Jaga mengutusnya untuk lebih mendalami ajaran agama dengan Ki Ageng Gugur di lereng Gunung Lawu. Setelah selesai menimbah ilmu, dalam perjalanan pulang menuju Demak Pangeran Samudro jatuh sakit dan akhirnya meninggal saat sedang beristirahat di Dukuh Miri. Selama perjalanan dan saat singgah, Pangeran senantiasa selalu menyebarkan agama Islam hingga ajal menjemput. Mendengar kabar meninggalnya Pangeran, ibunya (Nyai Ontrowulan) segera menyusul ke Dukuh Miri. Karena kesedihannya, maka Ibunya ikut wafat dan minta untuk dimakamkan menjadi satu dengan putranya.
Andanya ritual-ritual yang dipercaya untuk mencapai tujuan tertentu sebenarnya tidak bisa terlepas dari kepercayaan yang telah diyakini secara turun temurun. Dalam ilmu psikologi segala sesuatu akan benar-benar terjadi ketika seseorang benar-benar meyakini dan mempercayai bahwa hal tersebut memang benar-benar terjadi. Bila ditelisik lebih dalam, menurut teori Sigmund Freud bahwa suatu informasi yang sangat diyakini dan diamini akan masuk ke dalam alam bawah sadar, baik itu yang bersumber dari persepsinya sendiri atau alam tidak sadarnya. Hal tersebut kemudian akan berubah menjadi beliefnya. Tentunya, belief seseorang akan semakin kuat tergantung dari tingkat sugestibilitas seseorang. Semakin sering informasi masuk ke alam bawah sadar, maka beliefnya akan semakin kuat. Terlebih jika informasi sugestif tersebut diberikan oleh sosok yang dianggap memiliki otoritas tinggi, seperti juru kunci, dukun dll. Tak hanya gen dan hereditas aja yang bisa diturunkan, keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap sesuatu juga sangat bisa diturunkan. Menurut Carl Jung (muridnya Freud) menjabarkan bahwa sebenarnya ketidaksadaran manusia itu memiliki dua lapisan, yang pertama ketidaksadaran individu yang dibentuk dari pengalaman pribadi, dan ketidaksadaran kolektif yang diwariskan oleh generasi sebelumnya. Ketidaksadaran kolektif ini tidak terbentuk dari pengalaman hidup, namun diwariskan dari nenek moyang secara alami, seperti sudah terinstal dalam pikiran saat seseorang baru lahir.
Sebenarnya, beberapa waktu yang lalu Pemerintah Jateng sudah melarang dengan keras adanya praktek ritual ihik-ihik di Gunung Kemukus dan hanya memperbolehkan digunakan sebagai wisata religi semata. Namun sayangnya, larangan tersebut tidak berlangsung lama. Kabarnya praktek ritual seks kini muncul kembali seperti semula.
Sangat disayangkan sekali, karena ritual seks yang banyak dipercaya orang untuk mendapatkan kekayaan sebenarnya menimbulkan suatu permasalah yang cukup mengakar. Tidak hanya soal masalah moral dan budaya yang sudah tercemar, namun juga resiko kesehatan (HIV/AIDS) juga sudah mengancam.
(((ritual ihik-ihik))) 😀