No Widgets found in the Sidebar

Angka kekerasan dalam hubungan rasa-rasanya semakin hari semakin meningkat. Baik itu yang baru-baru saja mengenal relasi pacaran maupun sudah dalam hubungan yang lebih serius. Walau sudah mengalami kekerasan baik verbal maupun fisik, namun tetap saja pihak perempuan kekeuh mempertahankan hubungan, gimanapun caranya. Bahkan aku beberapa kali mendapat curhatan remaja yang rela melakukan apapun yang diinginkan oleh si pacar agar dia tidak meninggalkannya.

Mereka yang berada dalam relasi demikian merasa sendiri dan tidak mengetahui kemana harus bercerita. Sebab ketika bercerita ke teman dekat atau sahabat mereka justru akan memberikan komentar negatif, seperti “Nah elunya sendiri yang bego, udah dipukulin sampe babak belur gitu tapi masih mau pertahanin. Yang rugi kan elu..”

Ketika bercerita dengan teman tentu tidak semua informasi diungkapkan secara gamblang, terlebih ada kaitannya dengan sesuatu yang sifatnya intim. Apalagi komentar diawal ketika cerita soal hubungan saja sudah negatif, maka untuk bercerita lebih lanjut tentunya akan berpikir ribuan kali.

Dari beberapa konsultasi serupa terkait kasus hubungan yang tidak sehat, hampir 80% cewek mempertahankan hubungannya yang tidak sehat dengan alasan sudah lepas perawan. Konsep cewek perawan adalah sebaik-baiknya wanita yang ada di dunia itu masih sangat melekat pada diri perempuan itu sendiri. Namun perlu dipertanyakan lagi, apakah hubungan seksual yang dilakukan itu atas dasar kesepakatan/consen atau pemaksaan/pemerkosaan? Jika hubungan itu dilakukan atas dasar mau sama mau dan kesepakatan maka status tidak perawan itu merupakan tanggung jawab pribadi. Berbeda lagi jika hubungan seksual adanya unsur pemaksaan /pemerkosaan maka itu masuk dalam ranah kriminal karena di luar kendali ybs.

Mempertahankan hubungan yang penuh dengan kekerasan hanya karena sudah melakukan hubungan seksual merupakan alasan yang kurang bijak. Secara tidak langsung perempuan yang memiliki pola pikir tersebut hanya melihat selaput dara sebagai tolak ukur berharganya seorang perempuan. Mereka lupa bahwa ada banyak hal yang bisa dikembangkan, seperti sikap, perilaku, pola pikir, kapasitas kemampuan dll. Sehingga dengan hanya melihat dari selaput dara saja, secara tidak langsung mengkerdilkan potensi yang dimiliki.

Namun pola pikir tersebut tentu saja tidak terbentuk begitu saja. Ada sangkut pautnya dengan sistem sosial masyarakat yang berpikiran serupa, “Ya namanya perempuan baik itu ya yang bisa menjaga keperawanannya..”
Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan sebagaimana pandangan masyarakat terhadap laki-laki, “Cowok nakal itu lebih menggairahkan.. lebih banyak pengalaman..”

Lalu jika sudah demikian mau sampai kapan terjebak dalam hubungan yang tidak sehat untuk jiwa dan raga? Pola hubungan tidak sehat yang terus dipertahankan akan membuat luka batin semakin dalam.

Sesama perempuan, marilah mulai merubah konsep berpikir “wanita baik = masih perawan”. Masih banyak potensi yang bisa dikembangkan daripada menjebak diri sendiri hanya karena konsep berpikir yang keliru. Jika memang kamu merasa salah sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, maka jadikan itu sebagai pembelajaran penting agar hal tersebut tidak terulang dan bisa menjadi suatu pegangan kuat dalam menjalin relasi berikutnya.

Mulai sadarilah bahwa kitalah yang bertanggung jawab atas diri kita sendiri, bukan dia. Ambil tanggung jawab itu dan kepakkan sayap untuk bersiap terbang lebih tinggi.

By celotehyori

Diana Mayorita, yang lebih sering dipanggil dengan YORI. Saat ini berprofesi sebagai psikolog klinis yang concern pada issue seks & relationship. Saat ini juga bersama tim sedang mengembangkan sebuah platform digital untuk memudahkan akses layanan psikologi di Indonesia. Selain itu, juga aktif dalam berbagi edukasi psikologi dan seksologi melalui berbagai media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.