Membicarakan soal seks memang tidak akan ada habisnya. Setiap topik pasti ada saja yang bisa dibahas atau diulik untuk didiskusikan. Buatku pribadi, mencari mendiskusikan soal seks itu asik. Tidak membosankan karena ilmu tentang seks itu akan terus baru dan berkelanjutan.
Nah ngobrol-ngobrol soal seks, ada topik menarik yang ingin aku share dalam postingan ini. Sesuai dengan judul di atas yaitu aku ingin ngobrol santai tentang apa itu sex surrogate dan segala perdebatannya. Salah satu topik yang masih sering menjadi perdebatan ialah sex surrogate masih disamakan dengan pelacuran. Apakah benar demikian? Let’s talk about it.
Sex surrogate sendiri sebenarnya seperti seks pengganti. Penah dengan tentang surrogate mother? Yang meminjamkan rahimnya untuk diisi sel sprema dari orang lain dan saat melahirkan, maka anaknya menjadi hal milik si pemberi sperma? Nah… sebenarnya prinsipnya hampir sama dengan sex surrogate, namun yang membedakan ialah yang diberikan bukan rahim tapi berupa aktivitas seks.
Kemunculan sex surrogate pertama kali yaitu dikenalkan oleh Masters dan Johnson dalam bukunya “Human Sexual Inadequacy” yang terbit pada tahun 1970an. Mereka percaya bahwa untuk memiliki kehidupan seks yang berkualitas maka seseorang harus belajar dengan langsung merasakannya. Pernyataan itu tak hanya sebagai dari asumsi semata, karena itu adalah hasil dari penelitian yang telah mereka lakukan pada beberapa orang yang mengalami gangguan seksual. Subyek penelitian akan melakukan serangkaian treatment yang telah dirancang sedemikian rupa untuk mengatasi disfungsi seksual. Bagi subyek yang tidak memiliki pasangan maka dipasangkan dengan ‘surrogate” atau pengganti. Setiap surrogate akan mengikuti arahan dari para terapis yang telah terlatih dan juga bertindak sebagai mentor bagi subyek.
Dan puncaknya pada tahu 1980an praktik sex surrogate ini mulai banyak diminati di Amerika Serikat. Akan tetapi beberap tahun setelahnya praktik sex surrogate menjadi kontroversi, sehingga kepopulerannya berangsur menurun.
Sex Surrogate Berbeda Dengan Pelacuran
Salah satu kontroversi yang hingga saat ini masih diperdebatkan ialah dibeberapa tempat sex surrogate disamakan dengan praktik pelacuran. Ya banyak yang menganggap seperti itu karena sex surrogate seperti memberikan layanan seks pada orang asing yang haus akan seks dan mendapatkan bayaran layaknya di prostitusi. Terlebih pendapat itu sangat santer terjadi pada negara-negara yang memang masih menganggap seks itu adalah bagian yang sangat amat tabu.
Namun, ada yang dilupakan bahwa latar belang serta tujuan sex surrogate dan pelacur itu sangatlah berbeda. Sex surrogate bekerja secara profesional sebagai mentor pada klien dan merupakan salah satu bagian dari treatment terapi seks. Sedangkan pada pelacur hanya jual beli seks hanya untuk memenuhi pemenuhan hasrat seks semata.
Dan point ini menjadi dasar bahwa sebenarnya sex surrogate dan pelacur itu sangat amat berbeda. Mungkin diluar sana banyak pelacur profesional yang memiliki berbagai teknik untuk bisa memuaskan pelanggan, namun pelacur tidak memiliki tujuan untuk terapi atau penyembuhan, tapi atas dasar kesenangan semata dan tentunya atas permintaan si pembeli.
Disisi lain para sex surrogate, harus memenuhi berbagai pelatihan tertentu sehingga memiliki skill untuk mendidik klien dalam penanganan problem seksual. Dan untuk memiliki skill sebagai seorang sex surrogates tidaklah mudah dan murah.
Para kliennya juga tidak sembarangan. Klien yang menggunakan jasa sex surrogate harus melalui tahap assestement oleh terapist. Biasanya banyak kasus pasutri yang memiliki kualitas ranjang yang buruk yang menggunakan jasa sex surrogate. Seperti pada kasus, Sexless Marriage, anxiety, depressi, trauma, dll. Selain untuk para pasutri, terapi yag melibatkan sex surrogate ini juga banyak dilakukan pada kasus orang yang memiliki keterbatasan fisik.
Sama seperti kita, sex merupakan insting hidup yang ada dalam diri kita, begitupula orang yang memiliki keterbatasan fisik juga memiliki gairah dan insting seks. Seperti pada kasus orang yang mengalami spinal muscular atropy yang kehilangan hampir seluruh fungsi gerak tubuhnya kecuali jempol tangan dan otot-otot pada wajah. Sex surrogate membantu disabilitas untuk meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kualitas kehidupan seksnya. Dan hal tesebut telah terbukti pada banyak kasus, salah satunya yang cukup terkenal ialah pengalaman dengan sex surrogate yang dituliskan oleh Mark O’Brien seorang berkebutuhan khusus di tahun 1990. Dan pengalaman Mark tersebut kemudian di filmkan dengan judul “The Sessions”.
Hingga saat ini sudah banyak yang menggunakan jasa sex surrogate hampir di seluruh dunia. Bahkan International Professional Surrogate Association , mengungkapkan data bahwa tak hanya pria saja namun kini mulai banyak perempuan tak lagi ragu untuk pergi ke klinik terapi yang menyediakan layanan sex surrogate.
Di Indonesia sendiri mungkin profesi ini tidak teralu populer, ya karena kontroversi yang ada di dalamnya. Tapi menurutku profesi ini eksis dan banyak orang yang sudah menggunakan jasa ini.
Gimana? ada yang berminat untuk memakai jasa sex surrogate?