Mempelajari tentang seks itu tak akan pernah ada habisnya. Selama ada manusia di bumi, pasti seks selalu menjadi hal yang patut untuk dibahas dan diulik lebih dalam.
Sebelum memutuskan untuk mempelajari seks lebih dalam aku juga sempat memandang seks sebagai hal yang tak patut diperbincangkan karena tak sopan dan kesannya jorok. Seiring kakiku melangkah melewati jengkal demi jengkal kehidupan ternyata seks justru menjadi salah satu pintu aku mempelajari betapa indahnya kehidupan ini.
Mempelajari soal seks itu tidak selalu harus melakukan hubungan seks terlebih dahulu. Menurutku itu pemikiran yang terlalu pendek. Mempelajari tentang seks itu bisa dengan banyak cara, bisa dengan membaca buku, belajar dari film-film dokumenter, membaca kajian-kajian dan bisa juga bertemu langsung dengan nara sumber yang bisa memberikan pelajaran. Jadi aku hanya ketawa saja bila ada orang yang menganggap aku sudah melakukan ini itu. Ya biarlah saja, itu urusan mereka dengan persepsi yang mereka bangun sendiri.
Tempo lalu aku baru saja bertemu dengan salah satu nara sumber yang sudah cukup lama ingin aku temui. Beliau adalah Budi Sardjono, penulis Nyai Gowok.
Sebelumnya aku ingin cerita terlebih dulu kenapa aku jauh-jauh dari Semarang menuju ke suatu tempat di sekitar lereng Merapi untuk bertemu bapak Sardjono ini.
Aku sudah mendengar tentang keberadaan Nyai Gowok sejak satu tahun lalu. Berawal dari pertanyaan seorang kawan tentang kisah guru seks dari Jawa ini. Jujur aku kaget, karena sebelumnya aku belum pernah mendengar hal ini. Dan sejak mengetahui saat itu aku mulai mencari banyak informasi tentang Nyai Gowok. Dan saat proses pencarian itu munculah sebuah Novel yang berjudul sama yaitu Nyai Gowok. Namun sayangnya cukup sulit untuk mencari novel tersebut. Sudah beberapa kali menghubungi toko buku langganan, tapi hasilnya nihil karena novel tersebut sudah cukup lama diterbitkan dan tidak cetak ulang.
Dari situ justru aku semakin semangat untuk mencari tahu tentang keberadaan Nyai Gowok. Cara termudahnya ialah dengan menghubungi langsung penulisnya hehe..
Singkat cerita, akhirnya alam mempertemukanku dengan Pak Sardjono. Sengaja aku menyempatkan waktu setelah menyelesaikan suatu pekerjaan di daerah Salatiga.
Aku dan Pak Sardjono janjian bertemu di sekitar rumahnya. Tak seperti hari-hari biasanya yang mendung, hari itu langit sangat cerah. Sempat aku tersasar karena tak tahu jalan, sehingga membuat waktu pertemuan molor hingga setengah jam.
Setelah bertemu, Pak Sardjono mengajakku ke sebuah angkringan pinggir kali yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Sepemahamanku yang namanya angkringan itu hanya buka sore menjelang malam hari, tapi disini berbeda yaitu buka dari pagi sampai malam menjelang. Tempatnya asik sekali..
Dalam obrolanku dengan Pak Sardjono kita banyak membahas tentang hal-hal terkait seksualitas dan budaya, salah satunya ialah Nyai Gowok. Walau novel yang ditulisnya merupakan kaya fiksi, namun Pak Sardjono tetap melakukan riset terlebih dulu. Berbagai daerah ia kunjungi untuk mencari jejak sang Gowok. Dan keberadaan Gowok itu benar nyata adanya dan bukan mitos.
Gowok adalah seorang wanita yang memiliki tugas untuk mengajarkan tentang bagaimana seorang pria memahami wanita secara luar dan dalam. Walau mengandung unsur seks dalam pembelajarannya, namun gowok bukanlah seorang pelacur, karena gowok bukan penjaja seks. Tidak semua orang bisa berguru pada gowok, hanya beberapa kelompok saja yang tentunya beruang yang dapat belajar dengan gowok. Sehingga tak heran pada zaman itu hanya para pangeran saja yang bisa nyantrik di tempat Gowok.
Sebenarnya, Gowok mengajarkan tentang bagaimana cara memperlakukan seorang wanita dengan baik, seperti belajar tentang psikologi perempuan. Kemudian setelah hal dasar dipahami dengan baik, baru setelah itu gowok mulai memberikan pelajaran tentang anatomi tubuh wanita, bagian sensitif wanita, dan baru masuk pada fase intim.
Terdapat banyak aturan yang berlaku pada seorang gowok, seperti gowok tidak boleh jatuh cinta dengan muridnya dan gowok tidak boleh hamil. Untuk menghindari kehamilan, maka sang gowok wajib melakukan praktik “walik” yaitu pijat dibagian rahim agar tidak bisa hamil.
Walau seorang gowok sangat berjasa pada keberhasilan malam pertama muridnya, namun sayangnya banyak masyarakat yang sudah memandang negatif apa yang dilakukun sang Gowok. Sehingga anak-anak para gowok tidak ada yang mau meneruskan profesi tersebut hingga akhirnya kini sudah menghilang.
Dari beberapa hal yang diceritakan Pak Sardjono tersebut aku menjadi teringat dengan sebuah profesi Sex Surrogate. Walau bagian dari terapi seks, tapi seks surrogate juga dapat berfungsi memberikan edukasi seks secara langsung (dipraktekan). Dan profesi ini walau masih dipandang negatid, tapi sudah terbukti membantu menyelamatkan banyak pasangan yang kehidupan seksnya bermasalah.
Sungguh aku beruntung sekali bertemu dengan Pak Sardjono. Banyak sekali insight yang aku dapatkan dari pertemuan singkat kami. Dan aku juga tersadar bahwa di khasanan nusantara hal terkait dengan seks itu sangat komplit dan sudah ada sejak jaman dulu, sebelum penjajah datang. Seperti adanya candi Sukuh, serat-serat jawa kuno yang membahas tentang seks, dan banyak hal lagi. Jadi ilmu tentang seks itu bukan sesuatu yang dibawa oleh bangsa Barat.
Aku sangat berharap, semoga alam semesta membantuku bertemu dengan orang-orang seperti Pak Sardjono untuk bisa mempelajari tentang seks yang dilandasi dengan kebudayaan Negeri tercinta ini.
See.. youu…