Perselingkuhan sampai dengan saat ini merupakan issue serius dalam suatu relasi. Karena perselingkuhan terjadi bukan hanya di pernikahan saja tapi juga relasi pacaran dimana komitmen sedang dalam proses dibangun bersama.
Banyak orang yang cenderung menyalahkan orang yang selingkuh daripada yang diselingkuhi. Sebab pikiran yang paling simpel ialah menyalahkan daripada melihat sumber masalah dari sudut pandang yang berbeda. Karena menurut saya sebagian besar perselingkuhan itu adalah impact atau efek samping, bukan tujuan. Sehingga jika terus mencari siapa yang benar dan siapa yang salah maka tidak akan pernah ketemu penyelesaiannya.
Mari kita bahas perselingkuhan lebih dalam. Secara definisi perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan dan tindakan yang mencerminkan tidak loyal dengan pasangan. Perselingkuhan tidak hanya terjadi pada pasangan yang telah menikah, namun juga kerap terjadi pada pasangan yang masih dalam fase pacaran. Konsep perselingkuhan biasanya merujuk pada hubungan yang berada dalam suatu hubungan yang terikat dalam suatu komitmen.
Terdapat beberapa jenis perselingkuhan, sederhananya selingkuh ada dua jenis yaitu seling emosional dan selingkuh seksual. Namun, dalam buku Encyclopedia of Social Deviance (2014) disebutkan terdapat empat jenis perselingkuhan, yaitu:
1. Object Affair, perselingkuhan yang ditandai dengan pengabaian pada pasangannya dengan menyengaja terlalu fokus pada pekerjaan, kegiatan sosial, hobi bahkan video games. Tentu saja pengabaian ini berdampak pada kerenggangan hubungan. Walau sekilas tidak seperti dengan perselingkuhan yang sering kita ketahui selama ini, namun tetap saja ini masuk dalam perselingkuhan.
2. Brief Sexual Affair, perselingkuhan ini biasanya dilakukan dengan pelacur, one-night-stand atau hooked up. Perselingkuhan yang didorong hasrat seksual singkat namun tidak melibatkan ketertarikan secara emotional. Biasanya mereka yang senang datang ke tempat-tempat hiburan seperti panti pijat, diskotik, atau karaoke plus dll relatif akan lebih mudah melakukan perselingkuhan jenis ini.
3. Emotional Affair, dari judulnya tentu saja sudah bisa ditebak bahwa perselingkuhan ini adalah jenis yang sudah melibatkan sisi emosional. Berawal dari saling memberi perhatian, teman sharing tentang problematika hubungan yang dijalani masing-masing, dan hal-hal lain yang melibatkan pengungkapan secara pikiran dan perasaan yang kuat satu sama lain. Tidak semua perselingkuhan jenis ini berakhir di ranjang, namun…. sebagian besar perselingkuhan jenis ini menjadi awal dari jenis perselingkuhan yang keempat.
4. A Secondary Relationship, perselingkuhan ini merupakan jenis yang paling kompleks. Sebab perselingkuhan yang dijalani sudah menjadi satu hubungan baru yang secara dominansi hampir setara dengan relasi utama dengan pasangan tetap. Sehingga secara tidak langsung satu orang memiliki dua pasangan sekaligus. Ini bukan poligini atau poliandri, karena berjalan secara sembunyi-sembunyi dan juga tidak berjalan dalam suatu komitmen yang terbuka dengan antar pihak. Tentu saja perselingkuhan ini tidak hanya melibatkan secara emosional dan seksual saja namun juga terkadang sudah melibatkan secara finansial dan bahkan spiritual.
Dalam melihat suatu kasus perselingkuhan tentu saja tidak bisa dilihat dari satu pihak. Banyak dari mereka yang merasa diselingkuhi lebih berani angkat bicara dibanding yang melakukan perselingkuhan. Tentu saja perilaku itu salah, baik itu dilihat dari segala penjuru arah. Namun, dibalik tindakan tersebut perlu dianalisa lebih mendalam. Apa sih yang menjadikan seseorang berselingkuh? Apakah emang dasar secara karakter yang kegatelan dan gak bisa diem liat cewek cantik atau cowok ganteng? Atau jangan-jangan akar masalahnya dari ketidak sinkronan pola relasi yang selama ini dijalani yang juga berfaktor dari pasangan?
Nah, jika sudah demikian tentu saja terus mencari siapa yang salah dan siapa yang benar tidak akan pernah ketemu jalan penyelesaiannya. Apalagi menyalahkan pihak ketiga seperti pelakor yang sudah berhasil menggoda pasangan. Ada banyak faktor yang menyebabkan perselingkuhan itu bisa terjadi, salah satunya ialah EGO.
Banyak pasangan yang masih menempatkan diri sebagai aku/kamu bukan kita. Dalam suatu relasi yang sudah masuk dalam relasi intim, memposisikan diri sebagai setara merupakan sesuatu yang penting. Tidak ada siapa yang mengatur siapa, namun yang ada hanyalah saling berkesesuaian satu sama lain. Terlebih jika komunikasi interpersonal tidak berjalan dengan baik, maka yang ada hanya salah paham yang berujung pada perselisihan. Ada pula perselingkuhan yang berasal dari karakter dasar seseorang. Ada karakter seseorang yang haus akan penghargaan dan menjadikan perselingkuhan sebagai media untuk mencapai ego personal untuk dianggap sebagai seseorang yang hebat.
Lalu ketika pasangan berselingkuh, keputusan apa yang mesti diambil? Melanjutkan hubungan atau sebaliknya?
Yang perlu disadari bahwa ada konsep paten tentang mengambil suatu keputusan, yaitu setiap pilihan putusan akan selalu ada risikonya. Terkait dengan relasi yang telah terciderai dengan ketidaksetiaan, maka hal yang pertama ialah lakukan dulu evaluasi hubungan yang telah dijalani selama ini. Cari sumber masalahnya terlebih dahulu. Tentu ini bisa didapat jika memang kedua belah pihak sudah siap untuk membicarakannya secara terbuka dan benar-benar transparan. Karena tidak semua pasangan, baik itu yang melakukan selingkuh atau diselingkuhi siap dengan realita yang telah terjadi. Pencarian sumber akar masalah bukan untuk saling menyudutkan, namun untuk kembali pada kesadaran masing-masing apakah hubungan yang dijalani masih ada keinginan untuk dipertahankan atau tidak. Sebab meminta maaf dan memaafkan saja tidak menjamin perselingkuhan tidak akan kembali terjadi.
Jangan berharap hubungan setelah pasca perselingkuhan kembali seperti semula. Jika masih berharap demikian maka secara tidak langsung sudah merencanakan perselingkuhan yang selanjutkan. Buatlah pola baru, kesepatakan atau komitmen baru lagi hasil dari evaluasi. Setiap orang pasti akan berubah, namun pertanyaannya berubah ke arah yang baik atau ke arah yang sebaliknya? Disinilah komitmen untuk memperbaiki hubungan diuji. Belajar untuk saling percaya kembali adalah suatu risiko yang siap untuk diterima. Ada suatu usaha yang lebih keras lagi untuk saling memperbaiki dan saling membangun rasa percaya satu sama lain.
Begitu pula jika keputusan untuk meninggalakan hubungan merupakan pilihan yang diambil. Jangan anggap keputusan ini tidak memiliki risiko. Ada kondisi-kondisi tertentu ketika seseorang meninggalkan hubungan pasca perselingkuhan tanpa ada evaluasi. Mengevaluasi butuh effort atau usaha, sedangkan pilihan untuk meninggalkan hubungan begitu saja merupakan suatu yang terasa mudah, namun ada hal yang membekas di kemudian hari. Jika memang sudah menjadi suatu prinsip diri bila perselingkuhan tidak bisa dianulir, maka pegang prinsip itu dengan kuat dan jangan pernah menyesal dengan keputusan yang diambil.
Ambil keputusan dengan berlandaskan logika, bukan hanya karena emosi sesaat.